Oleh Fredeswinda Wulandari
Barata meringkuk sendirian di pojok kamarnya. Sunyi senyap. Dia menyembunyikan wajah di antara kedua kakinya.
Kkkkrrrrriiiieetttttt.
Kkkkrrrrriiiieetttttt.
Dia menggigil.
“Suara apa ya itu?” batinnya.
Tubuhnya terasa terkunci. Kaku. Dia tak bisa bergerak.
Whuuuuuussss…..whuuusssssss
Suara angin mendesau. Tubuhnya semakin menegang.
Dia tetap tak beranjak dari posisi duduknya. Dia seperti terhipnotis. Dia sadar itu hanya angin yang berhembus melewati jendela kamarnya. Letaknya tidak jauh. Hanya sebentangan lengannya saja. Tapi, dia tidak mampu beringsut.
Klek…klek…klek….
Terdengar gagang pintu berusaha dibuka.
Barata semakin bergetar.
‘Siapa itu?” tangisnya dalam diam.
“Jam berapa sekarang? Apakah sudah saatnya Bapak dan Ibu pulang?” batinnya dalam gundah.
“Kakak juga belum pulang. Aduhhhhh….!!!!!” Suara batinnya menggema.
Klek…klek…klek
Suara itu terdengar lagi.
“Jangan-jangan maling! Orang jahat! Penculik! Pembunuh!” imaginasi Barata melebar kemana-mana. Bayangan yang semakin membuat nyalinya menciut.
Dia mengingat-ingat apakah ada benda berharga di rumah ini.
Di ruang tamu. Tidak ada.
Di ruang makan. Ada TV dan speaker aktif. Waduhhhh…kalau hilang nanti rumah akan sepi. Tidak ada hiburan.
Di kamar kakak. Tidak ada apa-apa.
Di kamar Bapak. Dia tidak tahu apakah ada perhiasan atau barang berharga yang lain.
Di kamarnya sendiri. Ada tablet dan stik PS. Dan dirinya sendiri, tentu saja.
Srek…srek…srek….
Suara gesekan sandal dan ubin terdengar.
“Waahhhh…orangnya sudah masuk ke rumah.” Rintihnya ngeri. Bayangannya semakin meliar.
Ceklek….byar….
Terang benderang
“Heh, ngapain meluk bantal? Udah Magrib. Saatnya sembahyang, wooiiii!!!” teriaknya abang kenceng sambil menutup pintu kembali.
Brakkkkkk
Barata mengangkat mukanya perlahan. Ternyata saklar lampu kamar belum dinyalakan dan dia tidurnya kesorean. Jadinya kebayang deh … yang iya-iyaaaa. Sambil bersyukur dalam hati, Barata melangkah bersiap menunaikan ibadahnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar