Oleh : Budiyanti
Usai kami menyaksikan indahnya matahari terbit, kami turun. Udara masih dingin. Badan menggigil. Sebenarnya masih betah tuk mengabadikan momen indah yang jarang kami temukan. Semburat merah menyembul dari balik di antara Gunung Batok dan Bromo. Asap putih masih setia menyelimuti kedua gunung tersebut. Benar-benar indah. Ya...para ibu yang sulit untuk diajak cepat-cepat. Biasalah...para ibu ini sibuk dengan selfiria. Himbauan panitia untuk turun kadang diabaikan. Akhirnya kami harus segera turun untuk melanjutkan perjalanan.
Pelan-pelan kami turuni undakan. Kali ini hari tidak petang lagi. Jelas terlihat undakan yang agak rusak. Batu bata ada yang terkelupas. Alhamdulillah sampai bawah lebih cepat dari pada saat naik pagi tadi. Kami langsung menuju jip masing-masing. Perjalanan ke Gunung Batok dan Bromo dilanjutkan.
Kali ini kami jadi tahu jalan yang kami lalui semalam. Tidak remang-remang lagi. Ketegangan pun tak terelakkan. Tikungan tajam dan sempit membuat kami harus deg-degan. Kelincahan sopir menjadikan kami agak tenang. Walaupun jalanan berliku kami bisa menikmati pemandangan indah sekitar gunung. Sungguh menakjubkan. Kabut putih dengan matahari mulai tampak kemerahan menjadi pemandangan yang menakjubkan.
Kurang lebih setengah jam kemudian kami memasuki padang pasir yang amat luas. Woh.... betapa indahnya ciptaanNya. Subhanallah. Padang pasir yang datar ini konon biasa untuk pembuatan film. Di padang tersebut kita bisa berekspresi sebebas mungkin. Mau teriak pun bebas.
Kami bisa mengambil gambar dengan latar belakang Gunung Batok dan Gunung Bromo dengan lekukan yang amat indah. Hemm.. decak kagum terus bergulir. Bisa kita lihat bukit-bukit yang mengitari padang. Pandangan benar-benar luas. Tempat juga lumayan bersih.
Selain berswafoto, kami makan pagi dengan menu yang telah dipesan oleh panitia. Nasi kotak sudah tersedia di masing-masing jip sesuai jumlah penumpang. Alhamdulillah perut pun terisi.
Kami berlanjut menuju lereng Gunung Batok dan Bromo. Gunung yang tadinya terlihat jauh kini ada di depan mata. Jauh mata memandang Gunung Bromo menjulang tinggi. Gunung berbatu menjadi tujuan kami untuk siap kami taklukkan. Lumayan jauh umpama jalan kaki.
Turun dari jip, beberapa kuda siap disewa agar bisa sampai di lereng Gunung Bromo. Melihat jauh dan medan yang sulit menjadikan beberapa dari kami memutuskan naik kuda. Awalnya saya pun ragu. Seumur hidup baru kali ini akan naik kuda. Selain ragu karena takut, harga sewa kuda juga lumayan tinggi. PP Gunung Bromo dipatok harga seratus lima puluh ribu. Hemm lumayan mahal juga. Ditawar pun tidak boleh. Akhirnya kami memutuskan untuk naik kuda. Bismillah semoga lancar. Itung-itung memberi rezeki pada mereka.
Inilah kali pertama naik kuda. Perasaan agak deg-degan. Naik kuda pun harus dibantu pemilik kuda yang nantinya menuntun kuda.
Up... akhirnya bisa di atas kuda. Siap berpegangan tali. Kaki harus berada di kolong yang ada. Agak tegang juga saat itu. Saya disarankan untuk tegak menatap ke depan. Saya turuti saran Bapak penuntun kuda.
Pelan-pelan kuda melangkah dituntun oleh yang empunya. Beberapa langkah ketegangan agak berkurang. Saya nikmati pemandangan di sekitar. Gunung Bromo tampak jelas. Gunung berbatu itu banyak sekali pengunjungnya. Kuda pun amat banyak sekali. Lalu lalang kuda menjadikan suasana pagi itu tidak sepi. Banyak juga para turis asing yang berjalan menuju puncak. Begitu pun yang tidak berani naik kuda berarti harus siap jalan kaki yang lumayan jauh.
Setelah melewati jalan agak datar dan luas, sampailah kami di lereng Gunung Bromo. Jalan sempit dan mulai menanjak dengan kanan kiri bebatuan. Perasaan sedikit tegang. Namun, saya berusaha tenang dan berdoa semoga kuda yang saya tunggangi tak bermasalah.
Akhirnya sampailah kami di batas akhir naik kuda. Semua orang diturunkan di tempat agak datar. Perasaan lega.
Masih satu tahap lagi agar kami bisa mencapai puncak yang ada kawahnya. Sesaat saya dan beberapa teman merasa sedikit ragu untuk naik ke atas. Sebuah tangga berbatu yang amat menukik. Jalan dengan undakan yang jumlahnya sampai dua ratusan tersebut tampak kemiringannya mendekati tegak.
Setelah saling support kami bersama menapaki undakan yang jumlahnya dua ratusan itu. Sesekali berhenti. Mempersilakan orang lain mendahului sambil kami mengatur napas. Lelah dan capek terasa. Keringat bercucuran. Dingin sudah berkurang.
Tak terasa sampai juga di atas. Di puncak Gunung Bromo. Luar biasa, beberapa teman yang tampaknya tak kuat bisa juga menaklukan tanjakan. Hati pun senang. Lelah sirna.
Sebuah pemandangan indah bisa kami nikmati. Hamparan padang yang luar dan Gunung Batok tampak dari atas dengan lebih dekat dan jelas. Hemm benar-benar menakjubkan.
Pelataran di puncak tidak terlalu luas. Tidak ada tanaman di gunung ini. Ya namanya memang gunung berbatu. Jadi kami tak bisa berlama-lama di atas. Bergantian dengan pengunjung lainnya. Di puncak ini kami dapat melihat kawah putih yang keluar asap. Agak ngeri juga melihat sebuah lubang berkawah.
Sesaat usai menikmati indahnya ciptaanNya dari atas, kami pun turun. Kali ini lebih enak karena jalan menuju tajam. Kami tetap berhati-hati. Sejumlah pasir berserakan di undakan tersebut. Kami pun berpegangan pada pagar yang sudah tidak kokoh lagi. Tampak sudah mulai rusak. Ya .. takut jatuh.
Akhirnya sampai juga di bawah. Lega rasanya. Sesaat kami tengok ke atas. Hemm ternyata tinggi sekali. Akhirnya kami menuju ke kuda. Bapak- bapak pemilik kuda sudah menunggu.
Oh ya, sebelum naik kuda lagi kami membeli bunga edelweis yang dijual beberapa pedagang dengan harga antara lima belas ribu sampai dua puluh ribu rupiah.
Akhirnya sampai juga pada kuda yang kami tunggangi tadi. Naiklah kami pada kuda. Ups.... sesaat ketegangan kembali saya rasakan. Jalan menurun dan sempit. Sesekali berhadapan dengan kuda lain. Napas pun diatur. Disarankan oleh pemilik kuda untuk duduk tegak. Bau menyengat saya rasakan yaitu kotoran kuda. Entahlah, mengapa hal ini tidak diatasi dengan pemberian kantung pada badan kuda agar kotoran kuda bisa tertampung. Oleh karena itu, sebaiknya kita pakai masker penutup wajah.
Sampai juga kami di pelataran bawah. Jalanan tidak turun lagi. Sebuah padang pasir terhampar luas. Tak ketinggalan pemilik kuda membantu mengambil gambar saat saya masih berkuda. Ya untuk kenangan.
Kami pun kembali ke jip setelah membayar sewa kuda. Selanjutnya kami bersama melanjutkan perjalanan ke objek lain yaitu Bukit Teletubbies. Hemm seperti apa ya. Tunggu kisah selanjutnya.
Ambarawa, 8 Desember 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar