Senin, 30 Desember 2019

Ketika Ajal Menyapa

Oleh:  Umi Basiroh

Hari masih pagi.  Suara cericit burung  di pohon mangga masih terdengar mesra. Mereka berasyik masyuk menyambut sang surya.  Seraya memamerkan kepakan sayapnya yang nyata indahnya. 

Innalillahi wa innaa ilaihiroojiuun

Terdengar kalimat tarjik dari Masjid Mujahidin dengan jelas. Kudengarkan dengan seksama.  Siapa dia yang hari ini menghadap-Nya. 


Pak Saifuddin,  seorang guru dan tokoh panutan yang tinggal di Padaan dipanggil Yang Maha Kuasa.  Menghadap-Nya untuk selama-lamanya. 

Kusempatkan waktuku untuk takziah ke rumahnya.  Dengan kecepatan sedang, 10  menit berselang sudah berada di antara ratusan muazi'in dan muazi'at yang ingin memberikan penghormatan terakhir. 

Setelah bersalaman dengan kiri kanan,  aku simak mau'idzah hasanah dari Bapak KH Hamdan Asnawi. Suaranya lembut dan sejuk.  Sayang sekali kalau dilewatkan

Kutafakkuri semua rangkaian kata uraian hikmah. Ada tetesan embun sejuk yang berlari menyelinap ke relung jiwa. Seraya mengamini semua doa. 

"Persiapan apa yang sudah kita siapkan menuju ajal tiba? " Begitu salah satu kata yang mengusik jiwa. 

"Bila ajal itu tiba, maka tidak dapat dimajukan ataupun dimundurkan." Pak Yai Hamdan begitu fasih menyitir ayat.  Menerangkan persiapan sebelum kita menjadi mayat. 

"Kematian itu pasti.  Bisa datang setiap saat.  Saat masih kecil,  bayi,  remaja apalagi bagi yang sudah tua." Kata-kata kata lugas tapi mengena dari Pak Yai Hamdam mengingatkan kita untuk selalu mendekat kepada-Nya. Sang Khaliq. Maha dari segala Maha. 

"Pak Saifudin termasuk orang yang baik.  Setiap hari menjalankan salat berjamaah.  Selain itu,  beliau ridho dan sabar terhadap ujian Allah berupa sakit selama 6 bulan lamanya. Beliau tak pernah nggresula. Orang sakit sehari yang ridho terhadap ketentuan Allah SWT,  maka dosanya selama satu tahun diampuni Allah SWT." Pak Yai Hamdan memberikan testimoni selama menjalani masa kontrol karena sakit yang dideritanya. 

"Pak Saifuddin juga peduli dengan pendidikan anak-anaknya yang mengedepankan agama dalam segala gerak langkahnya." 

"Apabila Bani Adam meninggal,  maka akan terputus amalnya.  Kecuali shodakoh jariyah,  ilmu yang bermanfaat dan anak salih yang mendoakan orang tua." Kata-kata Pak Yai Hamdan bernas dan menyejukkan.  

Di penghujung acara,  dipimpin doa oleh Bapak KH Fathurahman Tohir.  Seorang tokoh dan pengasuh Pondok Pesantren Darussalam,  Kadirejo Pabelan Kab.  semarang. 

Acara seperti ini sangat bagus untuk me- charge iman.  Bagaimanapun,  kita butuh nutrisi rohani yang bergizi agar kita ingat tujuan hidup.  Kita mengharap ridho Allah Swt agar selamat di dunia dan akhirat. 

Semoga kita bisa menjadi hamba-hamba yang senantiasa mendapat bimbingan dari-Nya.  Dan,  akhir hidup kita mendapat predikat husnul khotimah.  Amin YRA... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar