Memori itu datang lagi
Mencengkeram denyut nadi
Aku seperti sesak nafas, sulit kuhela
Aku benci keadaan ini
Tak pernah kumengundangnya
Namun, sesekali Ia hadir menegur sapa.
Tuhan...
Ribuan kala telah kukubur dalam-dalam
Supaya tetap berkewarasan
Kugayuh temali akal supaya kendali masih mampu dikekang
Telunjuk serta ludah cacimu masih menghantui
Tak cukup pula masih kau sayatkan sembilu berkali-kali
Kalimat keji yang terlanjur menjulur dari lidahmu
Menghempaskanku pada tubir kegelapan hati yang pekat
Sesekali aku meminta tanya, kenapa fitnah itu kau hujamkan
Menjijikankah diriku hingga layak dipermalukan
Boleh jika tak menyenangiku
Ridho tanpa paksaan
Tapi jangan selekasnya
Di waktu tak semestinya
Farjiku masih nyeri
Jahitan masih menyebar perih
Putingku belum sempat tersesapi bayi
Kamu teramat sembrono!
Postpartum Depression,
Ah...ngeri kumengejanya
Bayiku tak boleh kudekap
Psikiater menyuruhnya
Siapa lagi dia?
Dia tukang suruh,
di Rumah Sakit khusus yang sering kukunjungi
Katanya agar kegilaanku lebih dulu tereduksi
Lalu orok itu tak pernah mengenalku
Karena sesekali ku tak mengenali diri sendiri
Ibu lain merawatnya
Menyisakan Aku dirundung nestapa
Mujur lelaki itu memiliki welas
Menyantuniku lepas dari hidup yang kias
*
Aku tak pernah mengambilnya
Tak sekalipun merebutnya
Dia datang tanpa ikatan
Akta cerai menguatkan
Fitriana Dyah
Karangjati, 20 Desember 2019
Sebuah puisi untuk penyitas PPD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar