Oleh: Umi Basiroh
"Darah rendah, njenengan Bu. Ini lihat. 90/65." Dokter Maya memperlihatkan tensi sembari melepaskan lilitan-lilitan tensi warna abu-abu. Dia tersenyum, memberikan aura positif pada pasien.
"Ya, Dok. Saya memang sering mengalami darah rendah dari dulu sering seperti itu." Kujawab, pernyataan Dokter Maya yang sabar dan kalem.
Profil dokter yang berbadan langsing itu memikat hatiku. Setiap visit, ada saja joke segar yang membuatku berbinar.
Hem... Senyumannya merekah. Meruntuhkan keakuan pasien yang merasa wah. Itulah yang kusuka darinya. Profil dokter bersahaja yang berhati mulia.
"Langsung konsumsi sate atau tongseng kambing saja, Bu. Reaksinya langsung oke." Kata-kata Bu dokter Maya mengingatkanku akan dua makanan favorit. Sate. Tongseng.
"Nanti pas pulang, mampir di warung Pak Mahmud Pabelan. Spesialis daging kambing. Yang cita rasanya sudah misuwur." Bu dokter menambahkan informasi.
"Ya, Bu Maya. Makasih sekali advice nya." Bu Maya membuka buku rekam medis pasien. Buku bersampul biru itu kini dipelototinya dengan seksama.
Sementara, aku masih berbaring di tempat tidur pasien. Dinding yang dicat putih itu dihiasi gambar pohon lengkap dengan burung yang berterbangan. Nampak indah, nyaman nan asri. Bagi siapapun yang menikmati.
"Limapuluh." Bu dokter bicara sendiri, seraya mencocokkan data diri.
"Ya, benar Dokter. Saya berusia limapuluh tahun. Tidak terasa. Alhamdulillah, diberi kesempatan momong anak sampai saat ini."
"Tapi, Bu Guru ini masih nampak fresh lhoh. Walau berusia limapuluh tahun. Belum memasuki kategori manula. Sekarang umur enam puluh baru masuk usia manula."
"Hah... Berarti saya Lolita ya Dok...! Lolos lima puluh tahun. Senyumku mengembang mengembara ke seantero dunia.
Kuamati Dokter yang energik. Dia begitu sigap. Dengan tugasnya. Sebagai Abdi negara.
" Ada baiknya, njenengan konsumsi "Salanum Ferogium Jacques." Kudengar kata asing dari bibir tipis Bu Dokter keluargaku.
"Apa Dokter? Kata-kata Dokter asing di telinga batin saya." Itu makanan jenis apa?
"Sengaja Bu Guru tak garapi. Biar ramai. Bu Guru kan terkenal super bergaul, cenderung ceriwis."
"Lho kok bisa pas banget, Dokter." Kataku terkekeh.
" Itu lho, Bu Guru. Si bulat hijau yang rasanya pahit an berisi."
"Oalah, cepokak ya Dok?
"Ya,... Nilai 100 bulat untuk Bu Guru."
Kami tertawa bersama. Sampai-sampai asistennya ketawa ketiwi tiada henti.
"Setahu saya ada sepuluh manfaat cepokak. Melancarkan peredaran, mengatasi ambien, mengatasi mata minus, mengatasi osterosporosis, mengatasi influenza, menyembuhkan asam urat, menetralisir toksin, menambah gairah, obat kanker alami dan mengatasi disfungsi ereksi." Bu Dokter menerangkan dengan seksama. Aura pintarnya luar biasa. Memancar dibalik wajahnya yang ayu.
"Subhanallah. Robbana maa kholaqta hadzaa baathilaa. Ya Allah, sungguh tak ada kesia-siaan terhadap apa yang Engkau ciptakan."
Aku tengadahkan wajahku ke arah langit. Aku bersyukur, bertemu Bu Dokter yang baik hati dan mau berbagi.
"Adakah pantangan dalam mengkonsumsi cepokak Bu Dokter? Tanyaku pingin tahu."
"Ada, Bu Guru. Makan sekadarnya saja. Sebab kalau berlebihan akan menjadi racun. Selain itu, bagi yang punya penyakit glukoma sebaiknya menghindari makan cepokak."
Kuingat satu kata, "Salanum Ferogium Jacques adalah nama lain cepokak, timbang atau Takokak yang memiliki manfaat luar biasa. Semoga kita selalu sehat dengan back to nature. Kembali mengonsumsi makanan alami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar