By tundjung
"Konsul, Dok."
Seseorang menelpon saya. Konsul pasien. Agak mbulet.
"Bentar, jadi pasien itu habis melahirkan?"
"Konsulnya ke dokter penyakit dalam saja. Memang sih baru 16 tahun. Tapi kalau sudah menikah atau punya anak, bukan wewenang dokter anak lagi."
"Gitu, ya?"
"Iyalah. Aku ngurusi bayinya saja."
Pasien ini dari awal mbulet. Lebih mbulet dari tahi kambing yang bulet-bulet.
Masuk IGD sakit perut. Ngakunya habis ketendang teman. Dokter IGD pun menganggap itu kasus bedah. Dokter bedah jadi DPJP (dokter penanggung jawab pasien).
Sampai bangsal pengakuan beda lagi. Lima hari yang lalu katanya baru saja melahirkan.
Dokter bedah mengonsulkan pasien ini ke dokter kandungan.
"Di mana lahirannya?"
"Di kebon. Ada gubuk di situ. Dua hari kemudian ditemu orang, ditolong."
"Lha yang motong ari-ari siapa?"
Si ibu kecil bingung, tak menjawab. Mungkin nggak mikir mo ditanya seperti itu. Padahal bagi kami, itu penting sekali.
"Lha bayinya sekarang di mana?"
"Di Solo. Mau diadopsi orang."
Alamak. Semakin pusing kami mendengar cerita pasien. Mbulet kan?
"Tes VCT saja. Cek HIV. Bapak si bayi pengakuan cuma satu. Tapi juga nggak jelas gitu."
Hasilnya, positif.
Hari ini, aku ketemu dengan si bayi. Ternyata tidak di Solo. Kasus itu sudah diketahui aparat. Bayi diamankan, diasuh bidan.
"Ibu siapanya Debay?"
"Saya ponakan bu bidan. Saya yang mengasuh bayi ini sudah 9 hari."
"Njenengan sudah tahu kalau ibu bayi positif HIV?"
"Sudah. Saya sudah tahu. Bayinya sehat kan, Dok?"
Sambil bicara, si ponakan bu bidan tak henti memandang bayi. Kalau nangis sedikit saja, dia segera memeluk dan mengayun.
Ada cinta yang terlihat nyata.
"Saat ini baik. Tertular atau tidak, paling cepat kalau usia bayi sudah 8 minggu. Itupun harus di Kariadi, nggak bisa di sini."
"Iya Dok tidak apa."
"Dok, tahu tidak ibu si bayi ini di aktenya tidak ada nama bapak," seorang perawat berbisik ke saya.
Kasus seperti ini memang kami harus paham detail. Mengapa? Kami perlu yakin bayi diasuh orang yang tepat. Cuma ya itu, kadang jatuh ke ghibah juga.
"Jadi, nenek si bayi anaknya tiga. Beda bapak semua."
"Oh!"
Saya hanya bisa berdoa, semoga bayi di depan saya mendapat pola asuh tidak seperti ibunya. Bagaimana pun, lingkaran anak lahir tanpa ayah harus diputus.
Ayahnya saja yang diputus. Apanya? Entahlah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar