Minggu, 07 Juni 2020

Samsak, Sixpact Make me Sick and Fat

Oleh: Widyastuti
Samsak ini bertengger di dapur sudah delapan tahun. Mengapa kami memasang samsak di dapur? Karena tempat ini strategis, dekat ruang keluarga dan ruang makan.
Bungsuku anaknya sangat aktif, sejak kelas dua SD sudah ikut bela diri. Yang membuatku prihatin dia rajin berlatih bela diri namun malas membaca dan belajar. Satu-satunya cara agar dia sedikit paham dengan pelajarannya, aku membaca dengan keras buku pelajarannya, sementara dia berlatih kecepatan tendangan dengan samsak ini. Berlatih sambil belajar.
Ketika bungsuku kelas tiga SMP hingga SMA, fungsi samsak bukan lagi untuk menendang namun untuk meninju. Setiap bangun tidur dan pulang sekolah akan terdengar suara bag, bug, bag, bug.

Saat corona datang, aku dan bungsuku setia stay at home, namun aku dibuat bungsuku pusing, karena suara bag bug bag bug tidak hanya pagi dan sore, namun terus-menerus. Konsentrasiku buyar, WFHku ambyar.
Alhamdulillah aku bisa membujuk bungsuku untuk memindah samsak itu di tempat lain, sehingga WFHkupun menjadi lancar, tidak terganggu. Bungsukupun bisa dengan leluasa berolah raga di tempat yang lebih nyaman.
“Dik, kok bebek gorengnya tidak dimakan?”
“Kenyang Bu."
“Dik, ibu belikan martabak istimewa, dimakan ya?”
“Besok saja."
“Ibu pesankan bakso, mi ayam atau mi goreng?”
“Masak sayur bayam saja."
“Dagingnya diapakan?”
“Jangan digoreng, dicampur sayur saja."

Sejak ada tempat latihan yang nyaman, bungsuku memintaku untuk menyediakan banyak sayur, buah pisang dan susu.,Lauknya tidak boleh digoreng. Saat bulan romadhon buahnya ditambah kurma sukari, dalam satu bulan dia menghabiskan kurma lebih dari empat kilogram! Olah raga tetap dilakukan secara teratur meskipun puasa.
Saat Idul fitri meskipun di tengah badai corona aku tetap menyediakan kue lebaran, kacang mete, opor dan sambal goreng. Kembali aku dipusingkan bungsuku, hanya dua kali saja dia makan opor, selebihnya dia minta sayur bening. Untung aku sedia bermacam-macam sayur dan daging sapi, sehingga bisa untuk makan dia selama tukang sayur libur.
“Sayang dong opor dan sambal gorengnya dik,”
“Lebih sayang perutku to Bu,”
“Perutnya kenapa?”
“Ni,” kata bungsuku sambil memperlihatkan perutnya yang seperti roti sobek.
“Kok bisa seperti itu?”
“Latihan dan pola makan yang benar Bu,”

Lalu bagaimana dengan opor, dan lain-lainnya? Terpaksa aku yang menghabiskan, sayang kalau dibuang. Badanku yang sempat turun karena puasa, naik dengan cepatnya, bahkan semakin fat, ditambah kalau mau tidur tangan dan kakiku senut-senut karena asam urat kambuh akibat banyak makan mete. Gara-gara samsak dan sixpack, aku yang kena dampak.
Bawen, 7 Juni 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar