Oleh: Sugiharto
Detak jarum jam dan desiran kipas listrik menemani sunyinya suasana.
Aku terjaga.
Dingin terasa merata di seluas kulit kedua lenganku. Luput dari balutan kain penghangat waktu istirahatku.
Dingin.
Kutarik kembali kain itu, namun tertahan. Akupun tak mampu menutup kulit lengan yang kian membeku.
Aku menyerah.
Kuputuskan untuk bangkit. Kukumpulkan kesadaran. Kuhela nafas panjang sembari mengejangkan otot-otot tubuh. Seiring desah nafas puas yang keluar dari kedua lubang hidungku.
Terasa nikmat.
Kedua mata mulai kulebarkan mencermati suasana sekitar. Gelap.
Satu persatu indera mulai tersadar seratus persen. Kuusap berulang dinginnya lengan yang membangunkanku. Kini menghangat.
Terlintas, "Weakerku sudah bunyi belum ya? Ini jam berapa?"
Memori ingatanku melayang kembali mundur enam jam ke belakang. Mengingat di mana kuletakkan handphone terakhir kali sebelum terlelap.
Cukup lama menggali. "Di dekat pintu?" "Di atas kulkas?" "Meja komputer?"
Isi otakku mulai bekerja keras. Mengiringi langkah gontai tubuh yang berusaha lepas dari ranjau-ranjau hidup di tengah hutan gelap bantal guling dan kasur.
Kupegang tembok kamar. Kuraih daun pintu. Kubuka. Kunyalakan saklar lampu.
Seketika terang.
Kesadaranku pulih seratus persen. Kutatap jam dinding. Sekira jam setengah empat kurang dua menit kulihat. "Berarti weakerku hampir berbunyi untuk yang kedua kali".
Kuraih sajadah. Kugelar mengarah kiblat. Kutinggal wudlu.
Dingin menusuk tulang.
Kuraih jaket untuk membalut tubuh. Berharap hangat saat menghadap.
Allaahuakbar.
-------
Tuntang, 5 Juni 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar