Minggu, 07 Juni 2020

Selamat Jalan, Kapten

Oleh : Arinda Shafa

Tengah malam itu, aku terjaga. Setelah banyak notifikasi menyerbu ponselku yang lama teronggok di nakas. Ratusan chat bertebaran. Kubuka grup keluarga dengan mata masih menyesuaikan dengan cahaya. Ada berita duka di sana. 

Sebuah helikopter TNI AD jatuh di Kendal. Gambar yang tersaji membuat bulu kuduk merinding. Badan heli hancur, berasap-asap. 9 orang korban. 4 orang dinyatakan meninggal. 5 luka luka. 

Lantas aku mendownload gambar foto keluarga di sana. Aku seperti familiar dengan wajah sang ibu dan anak. Ternyata salah satu korbannya adalah kapten Fredy. Ayah seorang wali murid TK tempat anakku dulu sekolah. Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un. Gerimis hati ini, makin lama makin deras.

Rawa Pening (Haiku)

Oleh: Juliyah

Terhampar luas
Tepian kota tua
Ikan berlimpah

Sejauh mata
Menatap hamparannya
Hati tersipu

Hidup bergantung
Pada keramahannya
Sendu mendayu

Karena Kaulah Kamuku

Tirta NS


Tolong, jangan kau bilang, ku telah renggut senyummu,
Pada hujan telah ku ulang dan ulang lagi pinta pangapuramu
Pada gelap dan gemintang
Juga matahari yang setia bersama bumi

Pada rindu yang menderu, kutitip pula pesan cintaku

Kekasih jiwaku yang melirih dan bersembunyi di balik sunyi
Kau lihatlah, lentera masih juga menyala
Karena kaulah bahan bakarnya

Karena kaulah, kamuku..


Subuh, 8 Juni 2020

Titipan

Oleh Maria Utami

Jangan main-main
dengan semesta
ia catat segala
ia bungkus semuanya

Jangan main-main
dengan semesta
Hidup itu menabur
dan menuai
waktu adalah penandanya

Jejak yang Hilang

Oleh : Budiyanti

Sudah hampir tidak bulan aku kehilangan jejaknya. Kucari ke berbagai tempat tidak kutemukan.  Chatingku satu pun tak berbalas. Hanya sesaat on lalu hilang tak berbekas. Entahlah mungkin dia  ingin lepas, tak ingin  bersamaku lagi. 

Berulang kali aku telepon juga tidak ada nada sambung. 
"Huhhh, ke mana saja sih?" gumamku dengan rasa kesal. Akhirnya kudiamkan saja. Namun, pikiran tak juga lepas darinya.


Akhirnya kuketahui alamat rumahnya. Segera  keberanian diri ke rumah lelaki yang bernama Ardi. 

Menangkap Rindu

Oleh Maria Utami

Rindu itu kamu
Tumpukan slide-slide masa lalu
Meronta ingin kuhela
Mendesak ingin kutangkap
Ia mengangkasa
Semesta mencatatnya

Rindu itu kamu
Raga-raga yang terlepas
Bebas..
Kau terhempas
Jejalkan masa lalumu padaku
Tertindas..

Samsak, Sixpact Make me Sick and Fat

Oleh: Widyastuti
Samsak ini bertengger di dapur sudah delapan tahun. Mengapa kami memasang samsak di dapur? Karena tempat ini strategis, dekat ruang keluarga dan ruang makan.
Bungsuku anaknya sangat aktif, sejak kelas dua SD sudah ikut bela diri. Yang membuatku prihatin dia rajin berlatih bela diri namun malas membaca dan belajar. Satu-satunya cara agar dia sedikit paham dengan pelajarannya, aku membaca dengan keras buku pelajarannya, sementara dia berlatih kecepatan tendangan dengan samsak ini. Berlatih sambil belajar.
Ketika bungsuku kelas tiga SMP hingga SMA, fungsi samsak bukan lagi untuk menendang namun untuk meninju. Setiap bangun tidur dan pulang sekolah akan terdengar suara bag, bug, bag, bug.

KIDUNG IBUNDA

Tirta NS.
KIDUNG IBUNDA
: Ibunda Tatik S.

Aku merindu ibu
Bersama gubug tua dan teplok dengan asap yang menari di sudut malam
Bersama  berpotong kenangan yang terlipat rapi di sini,
Ya, aku menyimpannya
Dalam balutan sutra di dalam jiwa

Aku merindu ibu
Dengan cerita-cerita yang dialunkannya bernada
Tentang Sangkuriang, Ande-Ande Lumut,
Kisah Malin Kundang; tak lupa pula

BIRU

Oleh: Dini R

Selamat pagi, kabut
Ah, sepagi ini kau telah menyambangiku
Membawa kembali senyum itu
Yang kian tebal oleh pilu

Jika kau juga datang padanya
Tolong sampaikan gelebahku
Pada seluruh binar kisah lalu
Yang kian tebal membiru

6 Juni 2020

RUMAH TANPA KACA

Tirta Ns.

18+
Malam selalu berjalan lambat dan murung. Bahkan saat rembulan di tengah padang bercahaya dengan gemintang yang menemaninya begadang. Marina tetap saja sunyi. Dia benci malam. Ketakutan menjelang pagi, dan berharap  siang segera beranjak pergi. Dia selalu berharap hari memendek saja. Atau bahkan tak menemuinya lagi. Rumah mungilnya yang indah kini tak lagi secantik dulu. Bunga-bunga menolak mekar. Bahkan anggrek-anggrek berharga mahal,  yang dulu selalu  memamerkan bunganya satu persatu, kini melayu. 

DOA

Oleh Noor Hayati

Pagi ini
Rembulan bersinar dengan indahnya
Menyapa kegelapan
dalam keheningan
Saatnya untuk bersimpuh
bertelut dalam doa
Bersyukur atas segala anugerah Nya
Sejauh raga
Sedekat jiwa
Menyatu dalam doa


Kota tua, 6 Juni 2020

Sandera

Oleh: Yekti Sulistyorini

Tetes embun masih setia menyapa pagi. Bening bagai tatap matamu. Kunanti dalam hening. Bilakah kau kembali dekap sukma, libas gelisah? Labuhkan gelebah, mengerak parah. 

Detik terus melampaui hari. Membekas kenangan dalam ingatan, saat jemari kita bertaut. Ingin aku ulang waktu bersamamu. Satukan tawa dan air mata dalam rengkuh dadamu.

Bersediakah kau sekejap hadir dalam mimpiku? Terangi gulita hati dengan senyum manismu. Redakan amuk gulana yang membekap sukmaku. 

Ungaran, 04/05/2020

Kamis, 04 Juni 2020

Lima Belas Menit

Oleh: Sugiharto

Detak jarum jam dan desiran kipas listrik menemani sunyinya suasana.

Aku terjaga. 

Dingin terasa merata di seluas kulit kedua lenganku. Luput dari balutan kain penghangat waktu istirahatku.

Dingin. 

Kutarik kembali kain itu, namun tertahan. Akupun tak mampu menutup kulit lengan yang kian membeku. 

Aku menyerah.

Kuputuskan untuk bangkit. Kukumpulkan kesadaran. Kuhela nafas panjang sembari mengejangkan otot-otot tubuh. Seiring desah nafas puas yang keluar dari kedua lubang hidungku. 

Manis, Sekian Lelah

Oleh Indah Zein

Tahukah Anda? Kadang kita selalu mengeluh ketika lelah menghadapi bahkan mengerjakan sesuatu. Sama. Itu juga yang aku alami. Namun, ada kalanya lelah itu akan berbuah manis. Pastinya. Namun manis itu banyak maknanya. 

Manis itu seperti perasaan para penggemar jelajah alam. Saat mereka naik puncak gunung kemudian sampai di puncaknya. Nah, berakhir dengan manis. Manis bagi pendengar cerita. Manis yang sangat bagi subjeknya sendiri.

Manis itu seperti saat kau jatuh cinta. Iya, betul. Karena mencintainya butuh proses. Jatuh bangun untuk membuktikan murninya. Lalu mereka bahagia. Nah itulah manis. 

Manis di kalimatku kumaknai sebagai hak yang akan kau dapatkan setelah perjuangan yang melelahkan. Maka manis ada di tengahnya. Seperti selai pada biskuit. Seperti kelapa di dalam klepon. Manisnya ada dan memiliki sensasi rasa.

SUKULEN DAN SRI REJEKI

Oleh: Widyastuti

Tanaman sukulen dan tempatnya ini adalah peninggalan dari ibu saya almahum. Sedangkan tanaman- tanaman  sri rejeki ,  peninggalan dari almahum ibu mertua saya. Kedua tanaman ini dianggap tanaman jadul dan tenggelam ditelan masa karena berbagai penemuan tanaman baru yang indah dan menawan bermunculan.

Salah satu teman fb mengatakan bahwa rumah kita akan kelihatan asri bukan hanya dari tanamannya yang indah namun disertai penataan yang indah, apapun jenis tanamannya. Hal ini membuat saya tetap semangat menanam tanaman ini, apalagi kedua tanaman ini banyak manfaatnya.

Lingkaran Tanpa Ayah

By tundjung

"Konsul, Dok."

Seseorang menelpon saya. Konsul pasien. Agak mbulet.

"Bentar, jadi pasien itu habis melahirkan?"

"Konsulnya ke dokter penyakit dalam saja. Memang sih baru 16 tahun. Tapi kalau sudah menikah atau punya anak, bukan wewenang dokter anak lagi."

"Gitu, ya?"

"Iyalah. Aku ngurusi bayinya saja."

Pasien ini dari awal mbulet. Lebih mbulet dari tahi kambing yang bulet-bulet.

Matahariku (Ayah)

Roro Sundari

Dan pada redup binar matamu
Selalu kulihat matahari
Meski mendung kerap mengundang hujan tanpa sebab

Dan pada kelopak teduhmu
Tenang wajah memancar sempurna
Ada pualam hati sebening telaga
Padanya tertampung kisah kisah pilu
Dari bulir- bulir cerita  dan resah anakmu
Yang kian deras meluruhkan kenangan masa kecilku

 Pada damai ulas senyummu ayah
Ada  gurat lukisan  lelah
Tersirat dari tetesan peluh tanpa kesah
Sejarah juangmu agar nafasku terus menyeluruh
Gelorakan semangat untuk tetap mengayuh
Menaklukan rintang hidup kian meriuh

Chiffon Tart Cake

Oleh Indah Zein

(Menjawab tantangan)

Kemarin memang ada yang spesial. Dan tak kulewatkan sekilas mata saja. Meskipun aku terlambat menyadarinya, gerakan cepat ibu rumah tangga harus tangkas. Masa harus irit, akali saja pakai tehnik yang ada.

Detik spesial ini terjadi dan  aku baru menyadarinya saat mas Zuckerberg menginfokan diam-diam. Aih, mas ini sudah punya istri kok masih perhatian saja. Geli. Sebuah pesan penanda waktu dua tahun lalu. 

Pancasila Jiwa Bangsaku

Oleh Maria Utami

Setiap Senin
Kau ucapkan
sila-sila Pancasila
pada upacara bendera
di sekolah kita

Panca artinya lima
Sila artinya dasar
itulah hakikatnya
Pancasila adalah dasar negara
Dasar adalah pondasi
untuk bangunan rumah kita
bernama Indonesia

Senin, 01 Juni 2020

Menggapai Bahagia



(1) _Makna Bahagia_

Oleh : Budiyanti Anggit

Setiap manusia di dunia ini ingin bahagia. Siapa sih yang tidak ingin bahagia. Sebenarnya bahagia itu amat sederhana dan mudah dilakukan oleh setiap orang.

Salah satu cara yang mudah digapai agar bisa bahagia adalah _membahagiakan orang lain_  Nah mudah bukan?  Namun, kenyataan yang ada,  masih banyak orang yang belum melakukan.

Sang Garuda


_Fitriana Dyah_

Kuhayati ragamu yang mengangkasa
Kepak-kepak sayap siratkan setia
Warna emas anggun memesona
Perisai raga simbol falsafah negara

Paruh bangkar tajamkan wibawa
Helai-helai surai elegan merupa
Tak ada gentar terungkap nyalang mata
Cengkeram tajam merajut tenggang rasa

Kamar 2204 (Part 6)

Sinopsis.
Bagai sebuah petualangan yang menegangkan bagi Miranti. Dia yang mendapat job menjadi narasumber workshop di sebuah hotel berkonsep heritage ini harus mendapatkan sederet teror yang tak menyenangkan. Dari mulai kamar mandi yang tiba-tiba tak bisa dibuka, telpon tengah malam, hingga kedatangan perempuan misterius yang mendadak meminta ijin menumpang tidur. Siapa sebenarnya perempuan itu? Lalu, siapa pula Hannah van Eiken?

Kamar 2204
(Part 6)

Sinten sejatosipun Non Hannah menika, Mbah? Wonten gandheng ceneng menapa kaliyan kulo?”

Mendengar pertanyaanku, Mbah Uti kemudian mengajakku duduk di amben besar yang menghuni salah satu sudut ruang tamunya yang luas. Mata sepuhnya yang berhiaskan gurat-gurat nan pekat menatapku serius. Sementara dua tangannya tampak cekatan mengisi selembar daun sirih dengan bumbu gambir, sendulit kapur sirih dan sepotong jambe. Lalu ramuan itu ditumbuknya dalam duplak, sebuah alat khusus semacam lesung kecil untuk penumbuk kinang.

Kamar 2204 (Part 3)

Sinopsis.
Bagai sebuah petualangan yang menegangkan bagi Miranti. Dia yang mendapat job menjadi narasumber workshop di sebuah hotel berkonsep heritage ini harus mendapatkan sederet teror yang tak menyenangkan. Dari mulai kamar mandi yang tiba-tiba tak bisa dibuka, telpon tengah malam, hingga kedatangan perempuan misterius yang mendadak meminta ijin menumpang tidur. Siapa sebenarnya perempuan itu? Lalu, siapa pula Hannah van Eiken?

Kamar 2204
Part 3


“Halo, Bu Miranti, apa kabar?”

Sapaan seseorang mengejutkanku. Astaga, kami telah berada di depan resto rupanya.

“Halo..” sambutku tak kalah hangat, pada seseorang, yang jujur saja aku lupa, atau bahkan aku memang tak mengenalnya sebenarnya. Yang pasti dia salah satu peserta di workshop ini. Tangannya terulur menjabat tanganku. Cipika cipiki sejenak...saat mataku menangkap sekelebat bayangan perempuan itu...

Perempuan itu?

Siapa dia?

KAMAR 2204 (Part 2)

Sebetulnya, sungguh aku tak ingin membagi cerita ini padamu. Aku tak ingin menghadirkan teror baru, sementara hari-hari ini saja makhluk super mungil berukuran 125 nanometer bernama Covid 19, telah sukses menggoncangkan rasa nyaman di hati para penduduk seantero dunia dan meluluhlantakkan nyali pula. Rumah makan, restoran sepi pelanggan karena efek lockdown dan PSBB. Bahkan salah satu gerai makanan cepat saji nan fenomenal pun sampai ditutup.

Di kampungku, pakai masker bahkan tak boleh lalai, meski hanya sekedar beli roti di warung Nyai. Apalagi mau berangkat ke ortodonti, prei...Libur dulu, tak dilayani.

Virus ini memang sukses menghadirkan teror yang luar biasa. Paranoid. Kecurigaan yang kadang berlebihan dan bahkan berdampak ke psikosomatis. Lha iya, mosok dalam situasi seperti ini, masih harus kulanjut juga ceritaku yang berbumbu misteri?

Tapi, baikkah, karena itu permintaanmu...

KAMAR 2204 (Part 1)

Kamar 2204. Aku menerima kunci kamar berbentuk kartu itu dari pegawai hotel nan cantik di meja resepsionist. Seorang room boy menyambutku dan sigap membawakan koporku. “Mari, Bu, saya antar,” ujarnya.

Aku baru saja usai menaruh koperku di dalam kamar, saat tetiba hasrat itu datang tak tertahankan. Pengin pipis. Bergegas aku menuju ke toilet. Tak kukunci. Pintu hanya kututup saja. Toh aku sendiri, apa masalahnya?

Tak sampai lima menit kurasa, hajatku pun tertuntas sudah. Segera kuputar benda bulat yang ada di pintu kamar mandi. Tapi..

Klek, klek. klek..

Pintu bergeming.

Ku coba lagi.

Klik..klek..

Pancasila

Oleh : Tundjungsari

Pikiran visioner
Akhlak terpuji
Negara dijaga
Cinta kepada sesama
Adab  dipiara
Setia pada kebenaran
Istiqomah selalu
Luwes dalam pergaulan
Amanah

PANCASILA

oleh: Sugiharto 

Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa
Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Tiga, Persatuan Indonesia 
Empat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan
Lima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia  

*

Alhamdulillah, masih ingat. Khawatir lupa meskipun sekedar mengucapkannya. Pasalnya kini aku semakin jarang mengikuti upacara bendera. Beda dengan teman-teman yang berprofesi sebagai guru, bisa dipastikan setiap hari Senin pagi mereka mengucapkannya. Hingga hafal di luar kepala.

Setiap tanggal 1 Juni kita peringati sebagai Hari Kelahiran Pancasila, agar kita tidak lepas dari dasar negara Republik Indonesia di mana kita tinggal di dalamnya. 

Kita dan Bianglala



Oleh Maria Utami

Kita dan bianglala
adalah mozaik semesta
Semangat merona

Kita dan bianglala
sang naga menyala
Kau tertawa

Tak 'Kan Lagi Kutakik Pohon Rindu.

Tirta Ns.


Tak ingin kutakik pohon rindu, karena itu 'kan berbuah nyilu: batangmu tak lagi bergetah seperti dulu; saat semua orang menaruh hormat, dan mengagungkan buah kebesaranmu

Kali ini, biarkan saja kutunggu buah cinta yang tersemai dalam gempita yang entah, yang tak lagi terbaca oleh nalar sehatku..

Korosi jiwa, racun menadi

Aku rindu dulu 
Saat kubaca syair Pancasila itu
Di tanah lapang meruang
Dengan seluruh getar dada menyeru

Tak akan kutakik pohon rindu 
Karena tak ingin ku terperih nyilu 

Wapas, 1 Juni 2020

PANCASILA

Oleh Noor Hayati

Kita umpama jari 
Bekerja berlima diri
Tolong menolong setiap hari
Itulah tanda Tuhan memberi
Sepenggal kalimat yang gaungnya masih melekat di hati
Membara menjadi motivasi 
Untuk selalu berbakti 
kepada ibu pertiwi...

Soekarno
Mengawali semangat dihati
Mendobrak segala batas yang memagari persatuan di negeri ini
Melepas kotak- kotak yang membelenggu persatuan dan keutuhan

Dirgahayu Pancasila

Oleh Fredeswinda Wulandari

Menggelagak
Darah bangsa
Mengajak
Semua tuk turut serta

Membakar
Semangat dan asa
Mengakar
Dalam jiwa muda

Menghirup
Udara bebas merdeka
Memompa
Ide ikrar majukan semesta

Kamar 2204 (Part 7)

Sinopsis.
Bagai sebuah petualangan yang menegangkan bagi Miranti. Dia yang mendapat job menjadi narasumber workshop di sebuah hotel berkonsep heritage ini harus mendapatkan sederet teror yang tak menyenangkan. Dari mulai kamar mandi yang tiba-tiba tak bisa dibuka, telpon tengah malam, hingga kedatangan perempuan misterius yang mendadak meminta ijin menumpang tidur. Siapa sebenarnya perempuan itu? Lalu, siapa pula Hannah van Eiken?

Kamar 2204
(Part 7)

“Mbak Diandra, nanti malam, Pak Maksum, dan kawan-kawan biar rapat di kamarku.
Ah, maafkan, aku tak minta pendapat kalian dulu. Yang pasti malam ini, aku tak sendirian dulu. Oh, ya, kebetulan ada Pak Maksum. Beliau akademisi yang nyambi kyai, atau kyai yang berprofesi sebagai akademisi? Tak pentinglah itu. Mungkin nanti aku akan berbicara tentang apa yang terjadi....

Menyatukan Dua Hati

Oleh Indah Zein

Ada nada yang hilang sedari Minggu kemarin. Biasanya tegur sapa hadir meski di grup. Muncul barisan puisi indah yang menggoda dan menggelayut mata. Namun, sedari Minggu kemarin ia tak tampak. Aku diam tanpa menelisik. Ah, mungkin sedang menghabiskan hari bahagia di sana.

Beberapa waktu terlewat. Aku membuka kabar pesan. Lagi-lagi tak kutemui namanya muncul meramaikan suasana. Seperti biasa. Sudah lupakan dia pada kehangatan perjumpaan kami? Ah, tak mau aku menggoda kehidupannya.

Iseng ku kirim pesan pribadi ke nomor wa ratu robusta ini. hampir lima jam baru terbaca dan dibalas. Gemas rasanya ingin kujitak saja. Tapi takut durhaka.

[Kemana bunda?]

[Rebahan kan masih pandemi]

Pancasilaku Menyala

Oleh Indah Zein

Sejatinya kau adalah bara
Menyalakan pekat dan membakar semangat

Engkau sajadah terbentang
Berbaris rapi maneka rupa
Menyatukan nada

Lahirmu adalah rancak juang
Biar darah dan peluh pengorbanan
Menyapu lembut padang rumput hijau membentang