*Part 1
Oleh : Umi Basiroh
Di kursi sudut, Mbak Rahma termenung. Dia menekuri baju pengantin. Gaun broklat salem memberi kesan kalem panjang menjuntai ke tanah nampak indah.
Tiba-tiba, Mbak Rahma terisak. Air matanya tak terbendung.
***********
"Meh sida mantu, ya Mbak?" Sebuah pertanyaan meluncur dari bibirku. Saat itu, aku duduk bersebelahan dengan Bu Rahma. Dia rekan guru. Parasnya cantik. Kulitnya kuning langsat.
Kami menghadiri pertemuan rutin Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) PAI. Setiap bulan, pengurus MGMP kabupaten beranjangsana. Dampaknya, kami merasa dekat. Seperti saudara sendiri. Dan yang jelas saling memahami satu sama lain.
"Ya, Nok. Sedelok meneh." Jawabnya singkat. Sambil tersenyum simpul. Senyumannya manis sekali. Semanis gula Jawa.
"O, Alhamdulillah. Ikut senang Mbak. Semoga ndang nulari anakku." Aku menjawab mewakili hatiku yang pingin juga kapan hari indah itu tiba.
"Dapat orang mana, Embak. Kerja dimana? " Aku kepo terus terusan memberondong pertanyaan pada seniorku. Yang kuanggap sebagai Embakku
"Cedak kok. Salatiga. Dia guru." Wajah Embak Rahma berbinar terang, seterang lampu Philip. Aura suka citanya nampak dari gesturenya.
"Semoga diberi kelancaran segalanya." Imbuhku padanya. Embak Rahma menganggukkan kepala tanda setuju pada ucapanku. Dia juga mengamini do'aku dengan suara yang pelan seraya menelangkupkan kedua tangannya.
Itu kejadian beberapa waktu yang lalu. Embak Rahma menceritakan persiapan untuk putra pertamanya. Embak Rahma akan mantu pada bulan ini, bulan Desember. Anak pertamanya yang bernama Ahmad telah menemukan tambatan hati, tempatnya berlabuh.
*
Aku berangkat ke sekolah dalam rangka piket selama liburan. Sesampainya di sekolahan, kusambangi meja kursi yang lama tak berpenghuni.
Kulihat ada beberapa guru yang sibuk dengan tugasnya masing-masing. Tiba-tiba aku ingat. Di bulan Desember ini ada undangan pernikahan di Gedung Perkebunan Salatiga.
Yach, hampir saja lupa. Kucari dilaci untuk memastikan. Ternyata benar, hari ini agendanya. Undangan berwarna coklat motif ornamen bunga melingkar mengingatkanku. Undanganku jam 12.00 sd 13.00 WIB.
Awan hitam berjalan berarak-arakan. Suasana mendung menyelimuti kota Ambarawa. Suatu tanda alam hujan akan tiba.
Kutinggalkan sekolah menuju kota sejuk Salatiga, tepatnya di Gedung Perkebunan. Sesampainya di gedung, aku disambut para penerima tamu yang bersolek ayu.
Setelah mengisi daftar tamu dan membubuhkan tanda tanganku, Aku segera melaju untuk memasuki ruang utama.
Di gedung yang ditata bak kahyangan, kudengar lagu gambus modern yang berkumandang riang. Seirama dengan bunyi gendang. Yang membuatku berdendang.
Aku bersalaman dengan Bu Ita dan Pak Har yang nampak anggun dan gagah serta kedua mempelai. Aku menikmati aneka masakan nan lezat. Lidah ku terasa bergoyang salsa. Menikmati cita rasa chef pilihan dari Salatiga.
Tak mau merasakan sensasi hujan, aku segera meninggalkan arena. Kulangkahkan kakiku menuju tempat parkir yang berada di pinggir.
Dalam hitungan menit, aku dipertemukan dengan Bu Rahma yang cantik sedang berjalan menuju lokasi resepsi. Aku bertemu di tangga.
Dia menggandeng lelaki tampan rupawan. Berjas hitam nampak elegan. Ternyata, dia adalah putra ke tiganya yang mengambil jurusan dokter hewan.
Sedangkan Embak Rahma memakai gaun broklat warna salem nan kalem. Mereka berjalan beriringan nampak kompak.
"Assalamualaikum, Embak Rahma. Sama siapa ini? " Kusapa beliau dengan sopan. Kami bertatapan.
"Waalaikum salam, Bu. Sama anak lanang. Bu Umi sama siapa? " Embak Rahma menjawabku seraya balik bertanya. Kami berdiri berhadapan. Kami bersalaman.
"Sendiri, Embak. Tadi, hampir lupa. Untung saya piket dan menemukan Undangan." Aku menjawab penuh semangat.
Maklum, habis. Makan bakso satu mangkok dan minum segelas infused water blended tea. Huhui... Rasanya enak sekali. Baru kali ini aku menikmati.
"Sama, aku juga hampir lupa." Embak Rahma menjawab dengan nada sedang.Dia memamerkan bari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar