Oleh Musyarofah
" Kamu yang bawa Pancasila? " tanyaku kepada cowok jangkung yang beberapa menit lalu hadir di sampingku.
" Iya, Bu."
" Waduh.... " Ups. Keceplosan.
" Ibu tidak suka? "
" Enggak...siapapun yang jadi petugas pasti sukalah."
Kuberikan senyum manisku. Diapun mengangguk tanda setuju.
Upacara rutin Senin ini aku kembali mendapat jadwal sebagai pembina. Tentu saja kujalani dengan bangga dan bahagia.
Beberapa kali kudapatkan pendamping yang sesuai kehendak hati. Postur tidak terlalu tinggi. Agar tragedi angka 10 tidak terulang lagi. Dia angka 1, aku 0 nya.
10 sepasang angka yang membuatku sensi. Formasi unik antara aku dan suami sejak lebar badanku melar beberapa centi. Seorang laki- laki dengan tinggi 180 an, bersanding dengan emak- emak yang berat badannya telah mengembang. Saya yakin pemirsa...eh, pembaca bisa membayangkan.
" Bi, mereka menatap aneh." Kurasakan sorot mata yang berbeda.
" Biarkan saja. Yang penting Abi tetap cinta." Cess...seperti setetes embun di tengah dahaga.
Ketidakpedeanku sirna oleh arus cinta yang dialirkannya.
" Thanks Say, engkau memang suami siaga." Bisikku manja
" Demi istri tercinta, aku rela."
Hatiku kembali berbunga. Lupa dengan BB ku yang semakin merajalela.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar