Tirta
Nursari
Lembayung senja perlahan
mulai menyirna, menyisakan gelap yang kian memekat. Anak-anak kecil tak lagi
terlihat bermain di buk bata di bawah pohon jambu, tepat di tikungan jalan.
Para orang tua atau pengasuhnya sudah memanggilnya pulang.
“Hampir
maghriban..tak elok masih bermain di luaran,” kata mereka.
Buk bata lantas
menyepi, tapi bukan berarti dia sendiri. Ya, selama beberapa hari ini, di
setiap jelang maghrib, saat anak-anak pulang ke rumah, sosok misterius itu
selalu datang. Sosok perempuan, cantik, kukira. Tubuh semampai tersembunyi
samar di dalam balutan gamis longgarnya. Langkahnya tingkas. Dan seperti
kemarin dan kemarinnya lagi, dia akan selalu duduk sejenak di bangku bata itu.
Matanya menekuri langit. Bola mata belo itu, aku membacanya kelam, meski
sesungguhnya aku hanya bisa meraba dengan penuh kiri-kira. Separo wajahnya yang
tertutup niqob, sungguh tak bisa membuatku mengenalinya dengan leluasa. Namun di sudut hati terdalamku, naluriku berkata, dia
tak asing buatku. Namun aku tak berani menerka...