Selasa, 19 November 2019

Saat Takdiir Telah Bicara

Oleh: Musyarofah

Si Jangkung Luhung, kembali beraksi. Sudah tiga hari tidak menampakkan diri. Tidak enak badan,  alasan klasik agar bisa dimaklumi. Kesabaranku sebagai wali kelas kembali diuji.

" Malas Bu." Akhirnya dia mengaku juga.
"Di rumah ngapain kalau bolos? " Aku kepo.
'" Tidurlah Bu."
"  Orang tuamu bagaimana, tidak marah?"
" Mereka sibuk bekerja. Tidak ada waktu untuk saya."



Jleb....ungkapannya bak sembilu, begitu dalam menusuk kalbu. Sepertinya demikian juga dengan aku. Karena kesibukanku kadang abai dengan anak- anakku.
" Boleh lbu bertemu dengan orang tuamu? "
"  Mereka sibuk, Bu. Pergi pagi pulang malam."
" Ok...kasih tahu lbu, kalau papa mamamu sedang di rumah, ". pesanku.

Cukup banyak anak- anak di sekitar kita bernasib sepertinya. Mempunyai orang tua tapi seperti hidup sebatang kara.  Materi berlimpah  tidak mampu menghapus dahaga kerinduan terhadap orangtuanya.
So...jangan salahkan mereka, kalau berburu kebahagiaan di tempat yang tidak semestinya.

Wanita paruh baya itu diselimuti duka. Paras cantiknya menjadi nanar, tidak  lagi bersinar. Rasa sesal terus mendera. Namun apa daya, saat takdir telah bicara.
"Ikut berbela sungkawa ya, Bu. Semoga Luhung mendapat terbaik di sisi- Nya."

Perkelahian sengit itu telah  merenggut  nyawanya.  Tusukan lawan tepat mengenai ulu hatinya.

" Maafkan lbu, Luhung."
Sebongkah sesal hadir menyesak dada. Aku belum berhasil menjadi guru yang dapat menghadirkan kebahagiaan untuknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar