Oleh: Widyastuti
Ketika sedang asyik mengajar tiba-tiba gawaiku bergetar,kulihat suami yang menelpon. Tidak biasa suamiku menelpon, apalagi dia tahu kalau jam 13.30 aku sedang mengajar. Ketika aku mengangkat gawaiku aku sangat terkejut, suami menelpon dengan suara tinggi
“Caranya mematikan kompor gimana? Kamu masak apa? Rumah kita hampir terbakar!!” kata suamiku yang membuatku terpaku dan jantungku berdetak keras. Aku mengingat ingat apa yang aku lakukan tadi pagi.
“Tombol diputar ke kanan, ke arah off” kata ku terbata-bata. Telponpun langsung dimatikan, aku melanjutkan mengajar sambil mengingat-ingat, tadi aku masak apa? Ya Allah aku baru ingat kalau tadi pagi aku memanaskan sup! Dan aku lupa mematikannya. Aku tidak bisa membayangkan seperti apa keadaan manci yang kami tinggal berjam-jam dan di rumah tidak ada siapa-siapa. Sehingga aku maklum jika suami tadi suaranya keras karena panik apalagi dia tidak bisa mematikan kompor.
Tiga hari yang lalu, aku di WA suami, kalau pintu rumah utama, terbuka. Ternyata aku lupa menguncinya. Untung pintu gerbang aku tutup rapat. Suami hanya mengingatkan aku agar lain kali jangan ceroboh. Siang tadi suami kelihatannya sangat marah dengan kecerobohanku kali ini yang sangat membahayakan. Aku merasa bersalah, sehingga aku takut untuk bertanya apakah suami bisa menjemputku, karena pelajaran berakhir jam 17.30 . Aku berpikir bila tidak dijemput aku akan naik taxi daring, namun dari lantai tiga kulihat mobil suamiku sudah parkir di bawah. Aku segera berlari menuruni tangga menuju mobil suamiku, aku tidak mau dia menungguku terlalu lama. Meskipun mugkin dia marah padaku, namun tetap bertanggung jawab menjemputku dan faham jadwalku pulang. Ketika aku naik mobil, wajahnya dingin, tidak menengok kearahku. Kebiasaan suamiku, kalau marah, diam.
“Untung aku pulang gasik, kalau aku pulang sore, rumah kita sudah terbakar” katanya sambil menjalankan mobil tanpa memandangku. Aku meruntuki kecerobohanku, namun dalam hati aku juga berterima kasih pada suami yang tidak marah-marah dan bahkan mau menjemputku. Sepertinya dia tahu kalau aku benar-benar menyesal. Aku hanya bisa mendoakan pada Allah semoga kebaikannya dibalas yang berlipat ganda.
Hari berikutnya aku berangkat agak siang karena aku mengajar bakda dhuhur, sebelum berangkat aku memasak air untuk menanak nasi di magic com, kemudian ceret aku letakkan di atas kompor di dapur bersih. Setelah mengunci semua pintu, aku memesan ojek daring meninggalkan rumah. Sekitar jam 4, ada wa dari suami, bernada marah kalau aku tidak mematikan kompor lagi! Ya Allah…kenapa kesalahan kemarin aku ulangi lagi? Untung kompor hanya menyala, tidak ada ceret di atasnya.
[Saya sedih, saya trauma] kata-kata WA dari suami membuatku semakin bersalah, tentu suami marah sekali dengan kecerobohanku, apalagi dia juga capai sepulang dari kantor. Tentu kali ini tidak menjemputku. Pikirku. Mataku terbelalak, dari tempat aku mengajar melihat mobil suamiku menuju tempat parkir. Dalam marahnya, dalam lelahnya dia tetap bertanggung jawab pada istrinya..Ya Allah betapa baiknya suami hamba, balaslah kebaikan suami dengan pahalamu yang berlipat ganda, doa tulusku untuk suami. Seperti kemarin ketika aku naik mobil, suami tidak menoleh kearahku, aku maklum kalau dia marah besar.
“Besok gak usah ikut ke solo, jaga rumah saja” kata suamiku singkat.
“Iya” jawabku.
Tentu aku menurut, karena merasa bersalah. Rencana suami besok aku akan diajak ke solo dua malam dan tidur di hotel Best Western karena ada acara workshop, tanpa merugikan Negara karena jatah suami satu kamar.
Hari berikutnya hari jumat,ternyata suami berubah pikiran. Sebelum berangkat dia berkata kalau aku nanti akan diampiri ke Solo. Pagi itu aku menyiapkan semua perlengkapanku di travel bag sebelum berangkat bekerja. Dan yang membuatku gelisah hari itu adalah WAku eror karena memorinya terlalu penuh, sehingga aku tidak bisa menghubungi suamiku. Satu-satunya cara, aku kirim messenger pada anak-anakku untuk mengabari suamiku jam berapa menjemputku. Namun tidak ada yang merepon, baru sekitar jam 4, salah satu anakku memberi kabar lewat messenger kalau suami sudah menunggu lama di parkiran. Aku segera berlari ke tempat parkir menuju mobil suamiku. Kuceritakan kalau WAku eror . Sekali lagi aku membuatnya jengkel namun dia tetap diam dan tidak marah-marah.
Yang membuatku terharu, meskipun makan siang dan malam suami selalu disediakan panitia di hotel, namun pada saat istirahat dia lebih senang menemaniku makan di luar hotel di warung warung makan sederhana, bahkan dia berencana membelikan gawai yang baru dan bagus untukku di The Park, sebelah hotel.
“Memang bapak punya rezeki?” tanya ku.
“Alhamdulillah, ada. Dari orang yang menjual tanah yang cukup luas, tanpa sengaja aku bisa mencarikan pembelinya”
“Alhamdulillah…” ucapku bersyukur.
Allah telah memberikan rezeki yang halal untuk suamiku. Dengan halus aku menolak untuk dibelikan gawai hasil kerja keras suamiku, dengan alasan bahwa gawaiku adalah hadiah menantu kami ketika internsip di Kalimantan . Aku cukup bahagia, Allah mengabulkan doaku untuk suamiku dengan segera
Tidak ada komentar:
Posting Komentar